MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 4 :
EFRI ZUANDI (35105042)
HANIFAN NURSYAH FITRI SIREGAR (35105044)
ISMA NIAR (35105046)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
DAFTAR ISI
Daftar Isi
............................................................................................................. i
Bab 1 Pendahuluan
............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang
.................................................................................. 1
1.2
Pembatasan Masalah ......................................................................... 2
1.3
Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2
Bab 2 Pembahasan
............................................................................................... 3
2.1 Pengertian peserta didik…………………………............................ 3
2.2 Kedudukan peserta didik dalam pendidikan ……………............... 4
2.3
Perbedaan individual peserta didik………………........................... 6
2.4
Kebutuhan peserta didik dalam pendidikan..................................... 9
2.5
Mengenal dan memahami anak yang mengalami penderitaan
Ketidakmampuan.............................................................................. 11
Bab 3 Penutup ....................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 14
3.2
Saran..................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan adalah menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya. Dan perlu kita ketahui bahwa di dalam pendidikan
mempunyai pengertian suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang
didalamnya mengandung beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan, diantaranya
adalah siswa atau peserta didik.
Dari sudut pandang peserta
didik, pasti memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang sangat aktif, ada
juga yang hanya duduk diam (pasif) untuk mendengarkan. Oleh karena itu,
pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengenali gaya belajar siswa yang umum
dan kurang umum. Sehingga pendidik mampu mengembangkan gaya pengajaran yang
komprehensif dan efektif.
Memahami peserta didik merupakan sikap
yang harus dimiliki dan dilakukan guru, agar guru dapat mengetahui aspirasi atau
tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan
bahan pertimbangan dalam
penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan
pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan, minat mereka dan tepat
berdasarkan dengan perkembangan mereka.
Dasar pertimbangan dalam memahami peserta
didik psikologis dan sosiologi. Suatu kegiatan akan menarik dan berhasil
apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta
didik. Dan secara naluri
manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.
1.2 Permasalahan
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka
dalam makalah ini kami akan merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a.
Apa yang dimaksud dengan peserta didik?
b.
Apa saja kedudukan
dari peserta didik?
c.
Apa perbedaan antara
anak didik yang satu dengan yang lain?
d.
Apa saja kebutuhan
para peserta didik?
e.
Bagaimana mengenal
dan cara memahami anak didik yang mengalami penderitaan ketidakmampuan?
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui apa hakikat dari peserta
didik.
b.
Untuk mengetahui apa
saja kedudukan peserta didik.
c.
Untuk mengetahui
perbedaan individual peserta didik.
d.
Agar kita dapat
mengetahui kebutuhan para peserta didik.
e. Agar kita mampu mengenal dan memahami anak didik yang mengalami penderitaan
ketidakmampuan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Peserta
Didik
Dalam perspektif paedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk ‘homo educantum’, yaitu makhluk yang menghajatkan
pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang
memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan
untuk mengatualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.[1]
Dalam perspektif psikologis, peserta
didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai
individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan
dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[2]
Dalam perspektif Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “Peserta didik diartikan sebagai anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.
1)
Peserta didik adalah individu yang
memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
2)
Peserta didik adalah individu yang
sedang berkembang. Artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan
dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang
diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
3)
Peserta didik adalah individu yang
membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4) Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
mandiri.
5)
2.2 Kedudukan Peserta Didik dalam Pendidikan
A. Peserta Didik Sebagai
si Terdidik
Didalam diri
seorang peserta didik mengandung potensi untuk berkembang. Potensi itu
merupakan anugrah yang harus diterima. Hal ini disebut faktor dari dalam
(bakat, pembawaan). Dalam pengembangan bakat diperlukannya seorang dewasa dalam
membimbing perkembangan anak. Anak pada hakikatnya memiliki kebebasan yang
terbatas. Adanya potensi hidup berupa bakat harus diterima tanpa dihilangkan.
Kebebasan yang dimiliki adalah haknya untuk berkembang dan maju. Hal ini lambat
laun berkembang dalam bentuk cita-cita
dan keinginan yang bersifat manusiawi.[4]
Anak pada
hakikatnya adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Didalam potensi atau
pembawaan ada kekuatan yang hidup. Kekuatan yang hidup itulah yang membuat anak
berkembang. Dengan kata lain berkembang itu adalah sifat bawaan “inherent”
dengan diri sendiri. Alternatif lain tidak ada karena kemungkinan lain itu
adalah tidak berkembang. Hal itu jelas tidak benar karena yang tidak berkembang
itu jelas mati. Untuk berkembang diperlukan syarat-syarat yang cukup. Ia hanya
sebagian kecil saja yang dimiliki anak.
Keterbatasan
kemampuan itu selalu dialami dalam seluruh jalur perkembangan, walaupun bentuk
dan identitasnya berbeda sesuai dengan tahapan perkembangannya. Pendidik mengajar dengan ikhlas dan penuh tanggung jwab
menunaikan tugasnya guna membantu anak dalam perkembangannya. Sebaliknya, anak
dengan ikhlas dan penuh kepercayaan serta penuh kesedian untuk dididik.
B. Peserta Didik
Sebagai Manusia yang Berkembang
Telah diakui oleh para pendidik bahwa peserta didik adalah manusia yang senantiasa mengalami perkembangan sejak masih dalam
kandungan, sampai ia meninggal. Perkembangan disini diartikan adanya perubahan
yang terjadi dalam diri anak didik secara wajar, baik terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap penyesuain lingkungannya. Tugas pendidik yang utama adalah
mengikuti fase-fase perkembangannya dengan senantiasa memenuhi kebutuhan pola
kehidupan sosialnya. Prinsip umum yang harus dipahami setiap pendidik lebih
dahulu adalah corak pribadi anak didik secara umum yang meliputi:[5]
a.
Harus diketahui bahwa dari segala seginya, anak
berbeda dengan orang dewasa serta berbeda antara laki-laki dan perempuan.
b.
Mengetahui kebutuhan anak, antara lain : kasih
sayang, rasa aman, ingin tahu, ingin dihargai, dan lain sebagainya.
c.
Masa siap belajar seseatu, sehingga pengajaran
tidak terlalu lambat atau tidak terlalu cepat.
d.
Kekhususan bagi anak yang mempengaruhi proses
belajar, yaitu gejala fantasi, motoris, sugesti,
realistis.
C. Peserta Didik Sebagai
Pokok Persoalan
Peserta didik adalah unsur manusiawi yang
penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan
dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan,
anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam
sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran anak didik
sebagai subjek pembinaan. Jadi, anak didik adalah kunci yang menentukan untuk
terjadinya interaksi edukatif.[6]
Potensi anak didik sebagai daya yang tersedia,
sedang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan daya itu. Bila
anak didik adalah sebagai komponen inti dalam kegiatan pendidikan, maka anak
didiklah sebagai pokok persoalan dalam interaksi edukatif.
Guru perlu memahami karakteristik anak didik
sehingga mudah melaksanakan interaksi edukatif. Kegagalan menciptakan interaksi
edukatif yang kondusif, berpangkal dari kedangkalan pemahaman guru terhadap
karakteristik anak didik sebagai individu. Bahan, metode, sarana, dan evaluasi
tidak dapat berperan lebih banyak, bila guru mengabaikan aspek anak didik.
Sebaiknya sebelum guru mempersiapkan tahapan interaksi edukatif, guru memahami
keadaan anak didik. Ini penting agar dapat mempersiapkan segala sesuatunya
secara akurat, sehingga tercipta interaksi edukatif yang kondusif, efektif dan
efisien.
2.3 Perbedaan Individual
Peserta Didik
Guru
harus mengenal perbedaan individual peserta didik, sehubungan dengan
pengelolaan pengajaran agar dapat berjalan secara kondusif. Karena banyaknya perbedaan
individual anak didik, maka dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu:[7]
1. Perbedaan Biologis
Di
dunia ini tidak ada seorangpun yang memiliki jasmani yang persis sama, meskipun
dalam satu keturunan. Anak kembar dari satu sel telur pun memliki jasmani yang
berlainan. Tidak heran bila seseorang yang mengatakan bahwa anak kembar itu
serupa tapi tak sama. Artinya dalam hal-hal tertentu anak kembar memiliki
kesamaan dan perbedaan. Semua itu adalah ciri-ciri individu anak didik yang
dibawa sejak lahir
Aspek
biologis yang menyangkut kesehatan anak didik, misalnya yang berhubungan dengan
kesehatan mata dan telinga yang langsung berkaitan dengan penerimaan bahan
pelajaran di kelas. Kedua aspek ini sangat penting dalam pendidikan.[8]
Orang tidak akan dapat melihat sesuatu bila mata telah buta. Orang tidak akan
dapat melihat sesuatu dengan jelas bila matanya mendapat penyakit atau cacat.
Kemudian yang berhubungan dengan gangguan pendengaran, yang kesemuanya
berpengaruh terhadap pengelolaan kelas dan pengelolaan pengajaran.
2. Perbedaan Intelektual
Intelegensi
adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan
cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara
efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.
Dalam
rangka untuk mengetahui tinggi rendahnya intelegensi seseorang, dikembangkanlah
instrumen yang dikenal dengan istilah ‘tes intelegensi’ dan gambaran mengenai
hasil pengetesan kemudian dikenal dengan intelligence
quotient, disingkat dengan IQ. Adapun pembagian rata-rata kecerdasan
seseorang adalah sebagai berikut:[9]
a. Luar biasa (genius) IQ
di atas 140
b. - 130-139
c. Veri Superior 120-129
d. Superior 110-119
e. - 100-109
f. Averrage 90-99
g. Dull Averrage 80-89
h. Borderline 70-79
i. - 60-69
j. Mental Difidcient di
bawah 60
Setiap
anak memiliki intelegensi yang berlainan. Dalam perbedaan itu dirasakan ada
kesulitan untuk mengetahui dengan ukuran yang tepat mengenai tinggi rendahnya
intelegensi seorang anak. Sebab semuanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dalam bentuk pengalaman yang anak peroleh selama hidupnya. Intelegensi hanya
bersifat pembawaan.
Perbedaan
individual dalam bidang intelektual ini perlu guru ketahui dan pahami, terutama
dalam hubungannya dengan pengelompokan anak didik di kelas. Anak yang kurang
cerdas jangan dikelompokan dengan anak yang kecerdasannya setingkat dengannya,
tetapi perlu dimasukkan ke dalam kelompok anak-anak yang cerdas. Dengan harapan
agar anak yang kurang cerdas terpacu untuk lebih kreatif, ikut terlibat
langsung dengan ,otivasi yang tinggi dalam bekerjasama dengan teman
sekelompoknya.
3. Perbedaan Psikologis
Dalam
pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalaan,
terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap
pelajaran yang diberikan. Guru sadar bahwa bahan pelajaran yang diberikan tidak
semuanya dapat diserap anak didik, baik itu karena gaya penyampaian guru yang
kurang tepat atau karena anak didik yang kurang memperhatikan.
Anak
didik yang duduk dengan rapi dan diam, tidak dapat dipastikan memperhatikan
semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan mata anak didik terarah pada gerak,
sikap dan gaya guru mengajar, tetapi sebenarnya alam pikirannya terarah pada
permasalahan lain yang lebih menarik minatnya. Sehingga tidak jarang anak didik
terkejut ketika ada orang lain yang mengejutkannya. Persoalan psikologis ini
memang sangat kompleks, sebab menyangkut apa yang ada dalam jiwa dan perasaan
anak didik.
Untuk
memahami jiwa anak didik guru dapat melakukan pendekatan kepada anak didik
secara individual. Dengan cara ini hubungan anak didik dengan guru menjadi
akrab. Anak didik merasa diperhatikan dan dilayani kebutuhannya dan guru dapat
mengenal siapa anak didik sebagai individu.
Bila
anak didik selalu ingin berdekatan dengan guru, tidaklah sukar bagi guru untuk
memberikan bimbingan dan motivasi agar anak didik lebih giat belajar, baik di
sekolah maupun di rumah. Minat timbul bersangkut paut dengan masalah kebutuhan.
Karena itu, guru memberikan motivasi dengan memanfaatkan kebutuhan anak didik
agar dia berminat untuk belajar. Sebaliknya, guru bisa memanfaatkan minat anak
sebagai motivasi. Bila anak didik berminat terhadap suatu mata pelajaran, dia
akan memperhatikan dalam jangka waktu tertentu. Minat adalah perhatian yang
mengandung unsur-unsur perasaan.[10]
Jadi, minat merupakan sebab serta akibat dari perhatian.
Untuk
memupuk perhatian anak didik dianjurkan dengan mempergunakan reinforcement berupa ganjaran simbolis
seperti pujian, angka yang baik, acungan jempol dan sebagainya. Pemahaman
terhadap perbedaan psikologis anak didik
merupakan strategi yang ampuh untuk mendukung keberhasilan interaksi edukatif.
2.4 Kebutuhan
Peserta Didik
Sekolah
pada prinsipnya merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan individu tersebut.
Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan
peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran.
Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat
memberikan pelajaran setepat mungkin,
sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Berikut
ini beberapa kebutuhan peserta didik, yaitu:[11]
a)
Kebutuhan jasmaniah
Kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat
perhatian dari guru di sekolah antara lain: makan, minum, pakaian, oksigen,
istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari
berbagai ancaman. Apabila kebutuhan jasmaniah ini tidak terpenuhi, di samping
mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap
proses belajar mengajar di sekolah.
b)
Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat
penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman di dalam kelas dan
sekolah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sangat mendambakan suasana sekolah
atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari kebisingan dan
berbagai situasi yang mengancam. Hilangnya rasa aman di kalangan peserta didik
juga dapat menyebabkan rusaknya hubungan interpersonalnya dengan orang lain,
membangkitkan rasa benci terhadap orang-orang yang menjadi penyebab hilangnya
rasa aman dalam dirinya. Lebih dari itu, perasaan tidak aman juga akan
mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah.
c)
Kebutuhan akan kasih sayang
Semua peserta
didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orangtua, guru, teman-teman
sekolah, dan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Peserta didik yang
mendapatkan kasih sayang akan
senang dan betah berada di dalam kelas.
Serta
memiliki motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang akan
merasa terisolasi, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin akan
mengalami kesulitan belajar.
d)
Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik
untuk diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin
memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui keberadaaannya di
tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan
dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain
akan positif. Sebaliknya, apabila
peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau kurang mendapat
tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap
diri dan lingkungan menjadi negatif.
e)
Kebutuhan akan rasa bebas
Peserta didik juga memiliki kebutuhan untuk merasa bebas, terhindar dari
ikatan-ikatan tertentu. Peserta didik yang merasa tidak bebas mengungkapkan apa
yang terasa dalam hatinya, akan mengalami frustasi, merasa tertekan, konflik
dan sebagainya. Oleh sebab itu, guru harus memberikan kebebasan kepada peserta
didik dalam batas-batas
kewajaran dan tidak membahayakan. Mereka harus diberi kesempatan dan bantuan
secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
f)
Kebutuhan akan rasa sukses
Peserta didik
menginginkan agar setiap usaha yang dilakukannya di sekolah, terutama dalam
bidang akademis berhasil dengan baik. Peserta didik akan merasa senang dan puas
apabila pekerjaan yang dilakukannya berhasil, dan merasa kecewa apabila tidak
berhasil. Ini menunjukkan bahwa rasa sukses merupakan salah satu kebutuhan
pokok bagi peserta didik. Untuk itu, guru harus mendorong peserta didiknya
untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta memberikan
penghargaan atas prestasi yang dicapai.
Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan
menumbuhkan perasaan sukses dalam diri siswa, serta dapat mengembangkan sikap
dan motivasi yang tinggi untuk terus berjuang mencapai kesuksesan.
g)
Kebutuhan akan agama
Sejak lahir, manusia
telah membutuhkan agama. Kebutuhan
peserta didik khususnya yang beranjak remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi
apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan,
terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai
pikirannya. Oleh sebab itu, sangat penting dilaksanakan penanaman
nilai-nilai moral dan agama serta nilai-nilai sosial dan akhlak kepada manusia khususnya bagi anak didik sejak usia dini.
2.5 Mengenal dan
Memahami Anak yang Mengalami Penderitaan Ketidakmampuan
A. Ganggunan
Penglihatan.
Tidak jarang ditemukan
murid yang sering memicingkan mata, membaca buku
dengan jarak yang amat dekat, sering
mengucek-ngucek mata, dan sering mengeluh karena pandangannya kabur atau suram,
maka suruh mereka untuk memeriksa pandangannya.[12]
Anak yang buta secara educational tidak bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar
dan harus menggunakan pendengaran dan sentuhan untuk belajar. Kira-kira 1 dari
3000 anak tergolong educationally blind. Banyak anak buta ini mempunyai
kecerdasan normal dan berprestasi secara akademik apabila diberi bantuan dan
dukungan belajar yang tepat. Murid yang menderita ketidakmampuan ini sering
kali membutuhkan berbagai jenis bantuan untuk memenuhi kehidupan pendidikan
mereka.
Salah satu tuga penting
untuk mengajar anak yang menderita gangguan atau kerusakan penglihatan ini
adalah menentukan modalitas (seperti sentuhan atau pendengaran) yang dengannya
murid dapat belajar dengan baik. Anak yang lemah penglihatannya akan lebih baik
disuruh duduk di bangku paling depan di kelas.
B.
Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat
menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau
menderita tuli pada masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara
dan berbahasanya. Banyak anak-anak yang memiliki masalah pendengaran
mendapatkan pengajaran di luar jam sekolah. Pendekatan pendidikan untuk
membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua katagori :
pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain metode
membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk
mengajar membaca). Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat dan mengeja
jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang
melambangkan kata.
Bekerja dengan anak yang
mengalami gangguan pendengaran harus bersikap sabar, berbicara secara wajar
(tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama), jangan berteriak sebab tindakan ini
tidak akan membantu, berbicara dengan jelas akan banyak membantu. Kurangi
gangguan dan suara bising, tatap murid yang anda ajak berbicara, karena murid
perlu membaca bibir dan melihat isyarat anda.
C.
Gangguan Artikulasi
Gangguan artikulasi adalah
masalah dalam pengucapan suara secara benar. Artikulasi anak pada usia enam
atau tujuh tahun tidak selalu bebas dari kesalahan, tetapi pada usia delapan
tahun semestinya artikulasi mereka sudah tidak salah lagi. Anak yang mempunyai
penderita masalah artikulasi mungkin sulit berkomunikasi dengan teman atau guru
dan merasa malu. Akibatnya mereka enggan bertanya, tidak
mau berdiskusi, atau berkomunikasi dengan temannya. Masalah artikulasi umumnya
bisa diperbaiki dengan cara terapi bicara, meskipun dibutuhkan waktu
berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
D.
Gangguan Suara
Gangguan suara tampak pada
pengucapan yang tidak jelas, keras, terlalu kencang, terlalu tinggi, atau
terlalu rendah. Suara anak-anak berbibir sumbung tentu akan sulit dimengerti.
Jika seorang anak berbicara yang sulit dipahami maka mintaah anak untuk
kespesialis terapi bicara atau perlunya pengulangan dalam pengucapan.
E.
Gangguan Bahasa
Gangguan bahasa adalah
kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak. Gangguan
bahasa dapat menyebabkan masalah belajar serius. Perawatan oleh terapi bahasa
biasanya bisa memperbaiki gangguan terapi bahasa si anak, namun masalah ini
biasanya tidak bisa hilang sama sekali. Gangguan bahasa mencakup tiga kesulitan
:
1.
Kesulitan menyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi
yang diharapkan
2.
Kesulitan mengikuti dan perintah lisan.
3.
Kesulitan mengikuti percakapan, terutama ketika
percakapan itu berlangsung cepat dan kompleks.
Kesulitan-kesulitan ini
berkaitan dengan ganguan bahasa reseptif maupun ekspresif. Berikut beberapa
strategi untuk membantu murid yang mengalami gangguan bahasa reseptif:
1.
Gunakan pendekatan multisensory untuk proses
belajar, bukan hanya pendekatan oral saja. Lengkapi informasi oral dengan
petunjuk tertulis.
2.
Monitor kecepatan anda dalam memberikan informasi.
Perlambat dan periksa kembali seberapa jauh pemahaman anak.
3.
Beri mereka waktu untuk merespon, kira-kira sepuluh
sampai lima belas detik.
4.
Beri contoh konkret dan spesifik dari suatu konsep
abstrak
Berikut ini beberapa
strategi untuk membantu murid yang mengalami gangguan
bahasa ekspresif oral:
1.
Beri anak banyak waktu untuk merespon.
2.
Sadari bahwa anak sulit menjawab secara lisan, karenanya
suruhlah anak mengerjakan tugas tertulis ketimbang laporan lisan.
3.
Sediakan pilihan dan beri contoh suara untuk mengatasi
masalah pencarian kata.
4.
Biarkan anak mengetahui lebih dahulu pertanyaan yang akan
diajukan sehingga anak dapat menyiapkan jawaban dan karenanya tampak lebih
kompeten di mata teman-temannya.
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Ø Peserta didik
diartikan sebagai sejenis makhluk ‘homo
educantum’, yaitu makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian
ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang
bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk
mengatualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
Ø Peserta didik memiliki kedudukan sebagai si
terdidik, sebagai manusia yang berkembang dan sebagai pokok persoalan dalam
pendidikan.
Ø Karena banyaknya perbedaan individual anak didik,
maka dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek yaitu perbedaan biologis,
perbedaan intelektual dan perbedaan psikologis.
Ø Ada beberapa kebutuhan peserta didik seperti
kebutuhan jasmaniah, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang,
kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan rasa bebas, kebutuhan akan rasa
sukses dan kebutuhan akan agama.
Ø Guru harus mengenal dan memahami peserta didik
yang mengalami penderitaan ketidakmampuan seperti gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, gangguan artikulasi, gangguan suara dan gangguan bahasa.
3.2 Saran
Sebagai calon guru hendaknya kita dapat mengenal dan memahami siapa sebenarnya
anak didik kita, agar nantinya dalam kegiatan belajar tidak terjadi salah arah. Hendaknya kita bisa menjadi panutan yang baik untuk anak-anak didik
kita, karena segala tingkah laku kita akan mudah sekali ditiru oleh peserta
didik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Rosiana. Pendidikan Suatu Pengantar. Medan:
Perdana Mulya Sarana, 2008.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya, 2009.
Djamarah,
Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Mardianto.
Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana
Publishing, 2012.
Mursal. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Bandung:
Almaarif, 1981.
Panuju,
Panut. Psikologi Remaja. Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2005.
Santrock,
John W. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), h.52
[4]Rosiana Bakar, Pendidikan Suatu Pengantar, (Medan: Perdana
Mulya Sarana, 2008), h.125
[9]Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana
Publishing, 2012), h.108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar