Selasa, 18 Desember 2012

proposal pengajuan bisnis



MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN




D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

KELOMPOK 4 :

*  EFRI ZUANDI                              (35105042)
*  HANIFAN NURSYAH FITRI SIREGAR           (35105044)
*   ISMA NIAR                                 (35105046)




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2012


DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................       i
Bab 1 Pendahuluan .............................................................................................       1
1.1  Latar Belakang ..................................................................................       1
1.2  Pembatasan Masalah .........................................................................       2
1.3  Tujuan Pembahasan ...........................................................................      2
Bab 2 Pembahasan ...............................................................................................      3
2.1  Pengertian peserta didik…………………………............................        3
2.2  Kedudukan peserta didik dalam pendidikan ……………...............        4
2.3  Perbedaan individual peserta didik………………...........................       6
2.4  Kebutuhan peserta didik dalam pendidikan.....................................        9
2.5  Mengenal dan memahami anak yang mengalami penderitaan
Ketidakmampuan..............................................................................        11
Bab 3 Penutup .......................................................................................................    14
3.1     Kesimpulan ..........................................................................................   14
3.2     Saran.....................................................................................................   14
Daftar Pustaka .......................................................................................................    ii







BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dan perlu kita ketahui bahwa di dalam pendidikan mempunyai pengertian suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan, diantaranya adalah siswa atau peserta didik.
Dari sudut pandang peserta didik, pasti memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang sangat aktif, ada juga yang hanya duduk diam (pasif) untuk mendengarkan. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengenali gaya belajar siswa yang umum dan kurang umum. Sehingga pendidik mampu mengembangkan gaya pengajaran yang komprehensif dan efektif.
Memahami peserta didik merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan guru, agar guru dapat mengetahui aspirasi atau tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan    bahan  pertimbangan dalam penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan, minat mereka dan tepat berdasarkan dengan perkembangan mereka.
Dasar pertimbangan dalam memahami peserta didik psikologis dan sosiologi. Suatu kegiatan akan menarik dan berhasil apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta didik. Dan secara naluri manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.





1.2 Permasalahan
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka dalam makalah ini kami akan merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a.    Apa yang dimaksud dengan peserta didik?
b.    Apa saja kedudukan dari peserta didik?
c.    Apa perbedaan antara anak didik yang satu dengan yang lain?
d.   Apa saja kebutuhan para peserta didik?
e.    Bagaimana mengenal dan cara memahami anak didik yang mengalami penderitaan ketidakmampuan?

1.3  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a.    Untuk mengetahui apa hakikat dari peserta didik.
b.    Untuk mengetahui apa saja kedudukan peserta didik.
c.    Untuk mengetahui perbedaan individual peserta didik.
d.   Agar kita dapat mengetahui kebutuhan para peserta didik.
e.    Agar kita mampu mengenal dan memahami anak didik yang mengalami penderitaan ketidakmampuan.







BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Peserta Didik
Dalam perspektif paedagogis, peserta didik  diartikan sebagai sejenis makhluk ‘homo educantum’, yaitu makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengatualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.[1]
Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[2]
Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “Peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.
Peserta didik juga diartikan sebagai individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:[3]
1)   Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
2)   Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
3)   Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4)   Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
5)    
2.2  Kedudukan Peserta Didik dalam Pendidikan
A. Peserta Didik Sebagai si Terdidik
Didalam diri seorang peserta didik mengandung potensi untuk berkembang. Potensi itu merupakan anugrah yang harus diterima. Hal ini disebut faktor dari dalam (bakat, pembawaan). Dalam pengembangan bakat diperlukannya seorang dewasa dalam membimbing perkembangan anak. Anak pada hakikatnya memiliki kebebasan yang terbatas. Adanya potensi hidup berupa bakat harus diterima tanpa dihilangkan. Kebebasan yang dimiliki adalah haknya untuk berkembang dan maju. Hal ini lambat laun berkembang dalam bentuk cita-cita  dan keinginan yang bersifat manusiawi.[4]
Anak pada hakikatnya adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Didalam potensi atau pembawaan ada kekuatan yang hidup. Kekuatan yang hidup itulah yang membuat anak berkembang. Dengan kata lain berkembang itu adalah sifat bawaan “inherent” dengan diri sendiri. Alternatif lain tidak ada karena kemungkinan lain itu adalah tidak berkembang. Hal itu jelas tidak benar karena yang tidak berkembang itu jelas mati. Untuk berkembang diperlukan syarat-syarat yang cukup. Ia hanya sebagian kecil saja yang dimiliki anak.
Keterbatasan kemampuan itu selalu dialami dalam seluruh jalur perkembangan, walaupun bentuk dan identitasnya berbeda sesuai dengan tahapan perkembangannya. Pendidik mengajar dengan ikhlas dan penuh tanggung jwab menunaikan tugasnya guna membantu anak dalam perkembangannya. Sebaliknya, anak dengan ikhlas dan penuh kepercayaan serta penuh kesedian untuk dididik.
B.  Peserta Didik Sebagai Manusia yang  Berkembang
Telah diakui oleh para pendidik bahwa peserta didik adalah manusia yang senantiasa  mengalami perkembangan sejak masih dalam kandungan, sampai ia meninggal. Perkembangan disini diartikan adanya perubahan yang terjadi dalam diri anak didik secara wajar, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap penyesuain lingkungannya. Tugas pendidik yang utama adalah mengikuti fase-fase perkembangannya dengan senantiasa memenuhi kebutuhan pola kehidupan sosialnya. Prinsip umum yang harus dipahami setiap pendidik lebih dahulu adalah corak pribadi anak didik secara umum yang meliputi:[5]
a.     Harus diketahui bahwa dari segala seginya, anak berbeda dengan orang dewasa serta berbeda antara laki-laki dan perempuan.
b.    Mengetahui kebutuhan anak, antara lain : kasih sayang, rasa aman, ingin tahu, ingin dihargai, dan lain sebagainya.
c.     Masa siap belajar seseatu, sehingga pengajaran tidak terlalu lambat atau tidak terlalu cepat.
d.    Kekhususan bagi anak yang mempengaruhi proses belajar, yaitu gejala fantasi, motoris, sugesti, realistis.

C.  Peserta Didik Sebagai Pokok Persoalan
Peserta didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek pembinaan. Jadi, anak didik adalah kunci yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif.[6]
Potensi anak didik sebagai daya yang tersedia, sedang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan daya itu. Bila anak didik adalah sebagai komponen inti dalam kegiatan pendidikan, maka anak didiklah sebagai pokok persoalan dalam interaksi edukatif.
Guru perlu memahami karakteristik anak didik sehingga mudah melaksanakan interaksi edukatif. Kegagalan menciptakan interaksi edukatif yang kondusif, berpangkal dari kedangkalan pemahaman guru terhadap karakteristik anak didik sebagai individu. Bahan, metode, sarana, dan evaluasi tidak dapat berperan lebih banyak, bila guru mengabaikan aspek anak didik. Sebaiknya sebelum guru mempersiapkan tahapan interaksi edukatif, guru memahami keadaan anak didik. Ini penting agar dapat mempersiapkan segala sesuatunya secara akurat, sehingga tercipta interaksi edukatif yang kondusif, efektif dan efisien.

2.3  Perbedaan Individual Peserta Didik
Guru harus mengenal perbedaan individual peserta didik, sehubungan dengan pengelolaan pengajaran agar dapat berjalan secara kondusif. Karena banyaknya perbedaan individual anak didik, maka dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu:[7]
1.    Perbedaan Biologis
Di dunia ini tidak ada seorangpun yang memiliki jasmani yang persis sama, meskipun dalam satu keturunan. Anak kembar dari satu sel telur pun memliki jasmani yang berlainan. Tidak heran bila seseorang yang mengatakan bahwa anak kembar itu serupa tapi tak sama. Artinya dalam hal-hal tertentu anak kembar memiliki kesamaan dan perbedaan. Semua itu adalah ciri-ciri individu anak didik yang dibawa sejak lahir
Aspek biologis yang menyangkut kesehatan anak didik, misalnya yang berhubungan dengan kesehatan mata dan telinga yang langsung berkaitan dengan penerimaan bahan pelajaran di kelas. Kedua aspek ini sangat penting dalam pendidikan.[8] Orang tidak akan dapat melihat sesuatu bila mata telah buta. Orang tidak akan dapat melihat sesuatu dengan jelas bila matanya mendapat penyakit atau cacat. Kemudian yang berhubungan dengan gangguan pendengaran, yang kesemuanya berpengaruh terhadap pengelolaan kelas dan pengelolaan pengajaran.

2.    Perbedaan Intelektual
Intelegensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.
Dalam rangka untuk mengetahui tinggi rendahnya intelegensi seseorang, dikembangkanlah instrumen yang dikenal dengan istilah ‘tes intelegensi’ dan gambaran mengenai hasil pengetesan kemudian dikenal dengan intelligence quotient, disingkat dengan IQ. Adapun pembagian rata-rata kecerdasan seseorang adalah sebagai berikut:[9]
a.    Luar biasa (genius)                              IQ di atas 140
b.    -                                                           130-139
c.    Veri Superior                                       120-129
d.   Superior                                               110-119
e.    -                                                           100-109
f.     Averrage                                              90-99
g.    Dull Averrage                                      80-89
h.    Borderline                                           70-79
i.      -                                                           60-69
j.      Mental Difidcient                                 di bawah 60
Setiap anak memiliki intelegensi yang berlainan. Dalam perbedaan itu dirasakan ada kesulitan untuk mengetahui dengan ukuran yang tepat mengenai tinggi rendahnya intelegensi seorang anak. Sebab semuanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dalam bentuk pengalaman yang anak peroleh selama hidupnya. Intelegensi hanya bersifat pembawaan.
Perbedaan individual dalam bidang intelektual ini perlu guru ketahui dan pahami, terutama dalam hubungannya dengan pengelompokan anak didik di kelas. Anak yang kurang cerdas jangan dikelompokan dengan anak yang kecerdasannya setingkat dengannya, tetapi perlu dimasukkan ke dalam kelompok anak-anak yang cerdas. Dengan harapan agar anak yang kurang cerdas terpacu untuk lebih kreatif, ikut terlibat langsung dengan ,otivasi yang tinggi dalam bekerjasama dengan teman sekelompoknya.
3.    Perbedaan Psikologis
Dalam pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalaan, terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap pelajaran yang diberikan. Guru sadar bahwa bahan pelajaran yang diberikan tidak semuanya dapat diserap anak didik, baik itu karena gaya penyampaian guru yang kurang tepat atau karena anak didik yang kurang memperhatikan.
Anak didik yang duduk dengan rapi dan diam, tidak dapat dipastikan memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan mata anak didik terarah pada gerak, sikap dan gaya guru mengajar, tetapi sebenarnya alam pikirannya terarah pada permasalahan lain yang lebih menarik minatnya. Sehingga tidak jarang anak didik terkejut ketika ada orang lain yang mengejutkannya. Persoalan psikologis ini memang sangat kompleks, sebab menyangkut apa yang ada dalam jiwa dan perasaan anak didik.
Untuk memahami jiwa anak didik guru dapat melakukan pendekatan kepada anak didik secara individual. Dengan cara ini hubungan anak didik dengan guru menjadi akrab. Anak didik merasa diperhatikan dan dilayani kebutuhannya dan guru dapat mengenal siapa anak didik sebagai individu.
Bila anak didik selalu ingin berdekatan dengan guru, tidaklah sukar bagi guru untuk memberikan bimbingan dan motivasi agar anak didik lebih giat belajar, baik di sekolah maupun di rumah. Minat timbul bersangkut paut dengan masalah kebutuhan. Karena itu, guru memberikan motivasi dengan memanfaatkan kebutuhan anak didik agar dia berminat untuk belajar. Sebaliknya, guru bisa memanfaatkan minat anak sebagai motivasi. Bila anak didik berminat terhadap suatu mata pelajaran, dia akan memperhatikan dalam jangka waktu tertentu. Minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.[10] Jadi, minat merupakan sebab serta akibat dari perhatian.
Untuk memupuk perhatian anak didik dianjurkan dengan mempergunakan reinforcement berupa ganjaran simbolis seperti pujian, angka yang baik, acungan jempol dan sebagainya. Pemahaman terhadap perbedaan  psikologis anak didik merupakan strategi yang ampuh untuk mendukung keberhasilan interaksi edukatif.
2.4  Kebutuhan Peserta Didik
Sekolah pada prinsipnya merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran. Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan pelajaran  setepat mungkin, sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Berikut ini beberapa kebutuhan peserta didik, yaitu:[11]
a)    Kebutuhan jasmaniah
Kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru di sekolah antara lain: makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari berbagai ancaman. Apabila kebutuhan jasmaniah ini tidak terpenuhi, di samping mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di sekolah.
b)      Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sangat mendambakan suasana sekolah atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam. Hilangnya rasa aman di kalangan peserta didik juga dapat menyebabkan rusaknya hubungan interpersonalnya dengan orang lain, membangkitkan rasa benci terhadap orang-orang yang menjadi penyebab hilangnya rasa aman dalam dirinya. Lebih dari itu, perasaan tidak aman juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah.
c)      Kebutuhan akan kasih sayang
Semua peserta didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orangtua, guru, teman-teman sekolah, dan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan senang dan betah berada di dalam kelas.
Serta memiliki motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang akan merasa terisolasi, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin akan mengalami kesulitan belajar.
d)     Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui keberadaaannya di tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain akan positif. Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau kurang mendapat tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap diri dan lingkungan menjadi negatif.
e)      Kebutuhan akan rasa bebas
Peserta didik juga memiliki kebutuhan untuk merasa bebas, terhindar dari ikatan-ikatan tertentu. Peserta didik yang merasa tidak bebas mengungkapkan apa yang terasa dalam hatinya, akan mengalami frustasi, merasa tertekan, konflik dan sebagainya. Oleh sebab itu, guru harus memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam batas-batas kewajaran dan tidak membahayakan. Mereka harus diberi kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.

f)       Kebutuhan akan rasa sukses
Peserta didik menginginkan agar setiap usaha yang dilakukannya di sekolah, terutama dalam bidang akademis berhasil dengan baik. Peserta didik akan merasa senang dan puas apabila pekerjaan yang dilakukannya berhasil, dan merasa kecewa apabila tidak berhasil. Ini menunjukkan bahwa rasa sukses merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi peserta didik. Untuk itu, guru harus mendorong peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai.
Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan menumbuhkan perasaan sukses dalam diri siswa, serta dapat mengembangkan sikap dan motivasi yang tinggi untuk terus berjuang mencapai kesuksesan.

g)        Kebutuhan akan agama
Sejak lahir, manusia telah membutuhkan agama. Kebutuhan peserta didik khususnya yang beranjak remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai pikirannya. Oleh sebab itu, sangat penting dilaksanakan penanaman nilai-nilai moral dan agama serta nilai-nilai sosial dan akhlak kepada manusia khususnya bagi anak didik sejak usia dini.
2.5  Mengenal dan Memahami Anak yang Mengalami Penderitaan Ketidakmampuan
A.  Ganggunan Penglihatan.
Tidak jarang ditemukan murid yang sering memicingkan mata, membaca buku dengan jarak yang amat dekat, sering mengucek-ngucek mata, dan sering mengeluh karena pandangannya kabur atau suram, maka suruh mereka untuk memeriksa pandangannya.[12]
Anak yang buta secara educational tidak bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan sentuhan untuk belajar. Kira-kira 1 dari 3000 anak tergolong educationally blind. Banyak anak buta ini mempunyai kecerdasan normal dan berprestasi secara akademik apabila diberi bantuan dan dukungan belajar yang tepat. Murid yang menderita ketidakmampuan ini sering kali membutuhkan berbagai jenis bantuan untuk memenuhi kehidupan pendidikan mereka.
Salah satu tuga penting untuk mengajar anak yang menderita gangguan atau kerusakan penglihatan ini adalah menentukan modalitas (seperti sentuhan atau pendengaran) yang dengannya murid dapat belajar dengan baik. Anak yang lemah penglihatannya akan lebih baik disuruh duduk di bangku paling depan di kelas.
B.  Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli pada masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan berbahasanya. Banyak anak-anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran di luar jam sekolah. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua katagori : pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain metode membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca). Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.
Bekerja dengan anak yang mengalami gangguan pendengaran harus bersikap sabar, berbicara secara wajar (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama), jangan berteriak sebab tindakan ini tidak akan membantu, berbicara dengan jelas akan banyak membantu. Kurangi gangguan dan suara bising, tatap murid yang anda ajak berbicara, karena murid perlu membaca bibir dan melihat isyarat anda.

C.  Gangguan Artikulasi
Gangguan artikulasi adalah masalah dalam pengucapan suara secara benar. Artikulasi anak pada usia enam atau tujuh tahun tidak selalu bebas dari kesalahan, tetapi pada usia delapan tahun semestinya artikulasi mereka sudah tidak salah lagi. Anak yang mempunyai penderita masalah artikulasi mungkin sulit berkomunikasi dengan teman atau guru dan merasa malu. Akibatnya mereka enggan bertanya, tidak mau berdiskusi, atau berkomunikasi dengan temannya. Masalah artikulasi umumnya bisa diperbaiki dengan cara terapi bicara, meskipun dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
D.  Gangguan Suara
Gangguan suara tampak pada pengucapan yang tidak jelas, keras, terlalu kencang, terlalu tinggi, atau terlalu rendah. Suara anak-anak berbibir sumbung tentu akan sulit dimengerti. Jika seorang anak berbicara yang sulit dipahami maka mintaah anak untuk kespesialis terapi bicara atau perlunya pengulangan dalam pengucapan.
E.   Gangguan Bahasa
Gangguan bahasa adalah kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak. Gangguan bahasa dapat menyebabkan masalah belajar serius. Perawatan oleh terapi bahasa biasanya bisa memperbaiki gangguan terapi bahasa si anak, namun masalah ini biasanya tidak bisa hilang sama sekali. Gangguan bahasa mencakup tiga kesulitan :
1.    Kesulitan menyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi yang diharapkan
2.    Kesulitan mengikuti dan perintah lisan.
3.    Kesulitan mengikuti percakapan, terutama ketika percakapan itu berlangsung cepat dan kompleks.
Kesulitan-kesulitan ini berkaitan dengan ganguan bahasa reseptif maupun ekspresif. Berikut beberapa strategi untuk membantu murid yang mengalami gangguan bahasa reseptif:
1.    Gunakan pendekatan multisensory untuk proses belajar, bukan hanya pendekatan oral saja. Lengkapi informasi oral dengan petunjuk tertulis.
2.    Monitor kecepatan anda dalam memberikan informasi. Perlambat dan periksa kembali seberapa jauh pemahaman anak.
3.    Beri mereka waktu untuk merespon, kira-kira sepuluh sampai lima belas detik.
4.    Beri contoh konkret dan spesifik dari suatu konsep abstrak
Berikut ini beberapa strategi untuk membantu murid yang mengalami gangguan bahasa ekspresif oral:
1.    Beri anak banyak waktu untuk merespon.
2.    Sadari bahwa anak sulit menjawab secara lisan, karenanya suruhlah anak mengerjakan tugas tertulis ketimbang laporan lisan.
3.    Sediakan pilihan dan beri contoh suara untuk mengatasi masalah pencarian kata.
4.    Biarkan anak mengetahui lebih dahulu pertanyaan yang akan diajukan sehingga anak dapat menyiapkan jawaban dan karenanya tampak lebih kompeten di mata teman-temannya.






BAB III PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Ø Peserta didik  diartikan sebagai sejenis makhluk ‘homo educantum’, yaitu makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengatualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
Ø Peserta didik memiliki kedudukan sebagai si terdidik, sebagai manusia yang berkembang dan sebagai pokok persoalan dalam pendidikan.
Ø Karena banyaknya perbedaan individual anak didik, maka dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek yaitu perbedaan biologis, perbedaan intelektual dan perbedaan psikologis.
Ø Ada beberapa kebutuhan peserta didik seperti kebutuhan jasmaniah, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan rasa bebas, kebutuhan akan rasa sukses dan kebutuhan akan agama.
Ø Guru harus mengenal dan memahami peserta didik yang mengalami penderitaan ketidakmampuan seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan artikulasi, gangguan suara dan gangguan bahasa.

3.2    Saran
Sebagai calon guru hendaknya kita dapat mengenal dan memahami siapa sebenarnya anak didik kita, agar nantinya dalam kegiatan belajar tidak terjadi salah arah. Hendaknya kita bisa menjadi panutan yang baik untuk anak-anak didik kita, karena segala tingkah laku kita akan mudah sekali ditiru oleh peserta didik kita.







DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Rosiana. Pendidikan Suatu Pengantar. Medan: Perdana Mulya Sarana, 2008.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya, 2009.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Mardianto. Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing, 2012.
Mursal. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Bandung: Almaarif, 1981.
Panuju, Panut. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.


[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.52
[2]Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Rosdakarya, 2009), h.39
[3]Ibid, h.40
[4]Rosiana Bakar, Pendidikan Suatu Pengantar, (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2008), h.125
[5]Ibid, h.126
[6]Djamarah, Guru, h.51
[7]Ibid, h.55-59
[9]Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), h.108
[10] Mursal dkk, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, (Bandung: Almaarif, 1981), h.100
[11]Panut Panuju, Psikologi remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.29-30
[12] Jhon W Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h.220

Tidak ada komentar:

Posting Komentar